Buaya

Ada buaya mengendap.
Ada buaya merayap.
Hap! Hap!
Lalu tertangkap!

_________________________________________________
Kamu, yaa…kamu….!!
Sepandai-pandai tupai melompat, kelak dia akan (di)jatuh(kan juga…
Sepandai-pandai kamu menyimpan bangkai, aroma busuknya akan tercium juga…Image

Image taken from mr.google.com

Self Reflection (24 Januari 2013)

Seperti biasanya, tidak ada yang istimewa dengan hari ini, 24 Januari. Ini, seperti sebelum-sebelumnya, hanya tentang pergantian angka-angka. 2012 berubah menjadi 2013. 22 berubah menjadi 23. Seorang sahabat mengirimkan pesan yang isinya “Selamat berbahagia atas perayaan hari lahirmu. Selamat berduka atas berkurangmya jatah napasmu.” Sangat benar kalimatnya ini. Tapi kok ya saya merasa lebih berduka ya soalnya saya mikir. I’ve 23 years old already and I did nothing worthy. Saya merasa belum melakukan sesuatu yang berguna, tapi saya sudah banyak belajar. Saya belajar untuk menerima kehilangan. Dua kali ditinggalkan oleh orang yang sangat saya cintai. Termasuk salah satunya adalah ayah saya adalah sesuatu yang berat sekali. Hingga hari ini, lepas 55 hari kepergian ayah, saya masih sering menangis setiap kali mengingat sesuatu yang berhubungan dengan ayah. Tapi saya harus kuat tentu saja. Saya harus menjalani hari-hari seperti biasanya. Saya harus lebih dewasa dan tidak manja lagi, dan saya harus bisa menyelesaikan semuanya sendiri. Kepergian ayah akan banyak merubah. Tapi life must go on. Ayah sudah bahagia di sana. Di alam dan dimensi yang entah bagaimana. Dan entah apa yang ayah lakukan sekarang. Kita di sini, aku, Ibu, Mbak ita akan hidup dengan sebaik-baiknya. Kita tidak pernah tahu kapan Tuhan menutup kehidupan seseorang.

“Selamat merayakan pergantian angka-angka. Selamat berusaha meraih makna-makna.”

Satu lagi, saya berpikir. Orang yang mengingat ulang tahunmu tanpa bantuan facebook pasti adalah orang yang sangat peduli padamu dan menyayangimu, namun bukan berarti yang melupakan tidak menyayangimu. Terima kasih untuk sahabat-sahabat yang mengingat hari ini. Thank’s for your care. 🙂

Image

images taken from google.com

 

Mereka dan Kamu adalah Dua Hal yang Berbeda

Saya tidak tahu kenapa mereka memilih bertahan di samping saya walau kadang saya mengabaikan mereka. Saya tidak tahu kenapa mereka terus menerus menyayangi saya meskipun saya kadang bersikap tidak baik pada mereka. Saya tidak tahu kenapa mereka tidak beranjak pergi dan memilih tetap berjaga di sekitar saya. Saya tidak tahu kenapa mereka selalu ada saat saya butuhkan. Saya tidak tahu tapi sangat berterima kasih pada mereka. Setidaknya mereka nyata bagi saya. Sedangkan kamu, kamu sudah menjelma sesuatu yang lain. Orang lain. Yang bahkan tidak pernah bisa saya panggil lagi.

Kamar Kos, 170113

Dad

My Dad always comes to my dream when I miss him. Like tonight. He came with his brown Islamic clothes and his black kopyah. The performance that almost similar with his performance when he goes to mosque everyday. In my dream I saw his face so pure and so bright. He told me to study, I hug him tightly and crying. Then, He had to go. I said salam “Assalamualaikum” then He answered me “Waalaikumsalam”. Then, He suddenly disappear. I miss you so much, Dad.

Kecemasan

Kota ini menitipkan kecemasan, tentang laporan-laporan yang belum menggandeng selesai. Tentang perbaikan-perbaikan yang sepertinya akan dikenakan. Tentang orang-orang yang merapat. Tentang esok mau jadi apa. Kita perlu pantai, kita perlu gunung, kita perlu alam dan teriakan.

140113

Itu Puisi, Bukan Aku

Aku pernah menyaksikan sendiri, puisi, dengan ikhlas hati mengejan melahirkan alis matamu, suara falsmu, ringan senyummu, air mataku.
Kemudian bait-bait dingin yang tak kenal musim itu akan menjadi penunggu setia bagi kepala, yang rajin menyebut nama yang dicintainya tanpa mengeja.

Aku, pernah menyaksikan sendiri puisi pernah menguliti dirinya sendiri, demi menunjukkan padamu betapa duka yang nganga bisa begitu jelita. Betapa elusan-elusan dada menjadi sajak mendayu yang tak kau tahu. Dan betapa isak tangis menjadi begini manis.
Lalu puisi juga lah yang mengekalkan segala debu pertemuan, ucapan dan pelukan dalam celah bernama kenangan. Namun engkau kian bebal memberikan penghapus pada ingatan.
Kupikir-pikir,
Puisi lah yang mencintaimu. Bukan aku.

Januari, 2013

Foto Itu Usang, Sudah Terlalu Usang

Selembar foto usang yang menyalak terang dari balik dompetmu, seperti suara dari bilik lampau.
Di sana kau temukan wajah yang kau percayai sebagai kekasih, yang hilang dan tak pernah lagi mengunjungi.
Latar merah, rambut belah tengah, baju garis-garis putih, yang selalu berusaha kau percayai sebagai bibir-bibir yang benar.
Tapi kenyataan, ya kenyataan terkadang tanpa belas kasihan selalu menjatuhkan kepercayaan.
Sejauh apa kau berjalan?
Apa kabar?
Kamu sudah lupa.

Januari, 2013