Motion Sickness

I love traveling by train and motor cycle, but I hate traveling by bus and car. That is my big problem. Most of tourism object can be reach just by bus or by car. In other side, motor cycle can’t be chosen because of the long long distance and it will be tired if we ride motorcycle that far. It’s not about taste or what. It’s because my uncomfort to sit in bus or car, jalanan yang berkelok-kelok dan terguncang-guncang make some motion sickness. We just call it with ‘mabuk darat’. Yah konon karena pandangan mata yang tidak selaras alias bergerak-gerak menimbulkan suatu kepusingan tersendiri. Oh but I think that was vertigo. Intinya saya tidak bisa lama berada dalam bus dan mobil tanpa pusing, sakit perut, berkeringat dingin, mual, dan muntah. Itulah kenapa saya sebisa mungkin menghindari berpergian by bus. Kalau pun terpaksa ya saya harus menyiapkan kantung plastik sebagai persiapan kalau-kalau saya tiba-tiba muntah. Sangat tidak nyaman. Sangat mengesalkan buat saya karena membatasi ruang gerak saya. Saya harus berpikir dua kali untuk berpergian jauh.
Kereta api adalah alat transportasi paling saya sukai. Kelas ekonomi adalah favorit saya. Karena bagi saya semua kereta sama saja. Saya tidak terlalu suka AC. Saya punya alergi dingin. Hidung saya juga sensitif. AC yang terlalu dingin bisa membuat ini hidung bersin-bersin dan what I called it ‘meler’. I don’t know with my body mechanism. It’s feel so vulnerable, so sensitif.

Saya sedang belajar mengendarai mobil akhir-akhir ini. I don’t know whether my motion sickness still affected me if I stay as a driver. Let’s try someday.

Dear World

Dan seperti kuncup bunga, waktu pun berkembang mekar. Merangkak pula, pelan-pelan mencapai jarak yang jauh dan kadang tidak kita sadari. Sudah sampai sejauh ini. Tidak terasa.

Badai itu sudah reda. Hujan telah berhenti. Air terjun sudah berganti telaga. Episode panjang drama sudah sampai pada kata tamat. Dan jejaknya semakin samar. Belum hilang tapi tidak lagi menginfeksi.
Apa yang berhasil menyingkirkan bising? Waktu, kejauhan, dan kata cukup. Ketiganya menjadi kombinasi sempurna, ramuan memulihkan yang diracik keadaan. Obat mujarab.

Tapi selalu ada yang hilang. Dentuman dan lonjakan. Kejutan dan emosi. Ombak dan episode dramatis. Kini tidak ada lagi. Ketenangan selalu membawa pada kedataran yang membosankan. Namun, hidup punya roda. Mekanisme yang entah bagaimana memutar kita. Ada saatnya kita berjalan di lantai keramik. Ada saatnya menantang jalan lumpur. Keduanya mengajarkan sesuatu. Tentu saja.

Orang asing, apa kabar?

Low Creativity

Aku merasa semakin kehilangan kemampuan menulisku. Tidak ada lagi cerita yang tercipta. Tidak ada puisi lagi. I wonder, ketidakmampuan ini apakah berkorelasi dengan hidup yang sekarang datar saja. Aku yang telah menghilangkan semua episode drama menye-menye yang dulu pernah begitu derasnya mengalirkan airmata. Apa karena semua aliran ini telah sampai muaranya. Telaga yang tenang tanpa terganggu ternyata mampu melumpuhkan kreativitas menulisku.

Aku sudah  beberapa kali mencoba menuliskan apa yang bercokol di kepalaku. Ide-ide yang kukira bisa dituliskan dan direalisasikan menjadi sebuah cerita, sebuah puisi, atau tulisan apa saja. Tapi nihil. Cerita-cerita itu selalu berhenti di tengah jalan. Puisi-puisi itu menjadi menjemukan. Aku juga mencoba merangsang saraf-saraf kreativitasku dengan membaca sejumlah buku favoritku. Namun, semua itu berakhir dengan rasa yang terlalu menikmati tulisan itu sampai lupa belajar di sana. Dan semua  berakhir dengan kekagumanku pada mereka. Bisa ya membuat tulisan sebagus ini, sedetail ini, semenarik ini. Aku juga kepingin. Tapi….tapi…

Ah…aku selalu ingin menulis bagus, tapi tidak juga berusaha memulainya. Aku tahu, itu masalahku. Ah ! entahlah…

Kita yang Terus Bertumbuh

Mereka yang dulu masih imut-imut, masih polos, masih suka ngompol di kelas, masih suka nangis-nangis, kini bertumbuh menjadi sosok-sosok yang berbeda yang dipengaruhi oleh lingkungan mereka. Ada yang sukses menempuh studi, ada yang sukses berbisnis, ada yang pandai bermain gitar, ada yang sudah menikah bahkan sudah punya anak-anak yang lucu. Beberapa mungkin sudah ahli menarik lawan jenisnya, beberapa mungkin sudah mematahkan hati banyak wanita/pria, beberapa sudah berpikiran dewasa, beberapa mungkin masih senang bermain-main. Rupa-rupa berbeda inilah yang membuat dunia tidak monoton. Seperti itulah. Teman-teman masa kecil, apa kabar?

Image

Euforia Pemilihan Lurah

Rabu, 13 Maret 2013 kemarin di desa Cerme Lor diselenggarakan event pemilihan lurah. Yeah ayolah itu kampung halaman saya tercinta dan sebagai warga desa yang baik saya pun berpartisipasi dalam pemilihan tersebut. Pemilihan kali ini diikuti oleh dua kandidat yakni Pak Lurah dan Bu Lurah. Iya secara yang nyalonin itu satu dari kaum adam dan satu lagi dari  kaum hawa. Pak Ipin dan Mbak As. Beberapa minggu sebelum hari H kedua kubu sudah santer berkampanye. Dan tidak bisa dipungkiri bahwa politik nasi goreng, bakso atau bahasa kerennya money politik masih merajalela. Kedua kubu sama-sama menawarkan iming-iming money-money (nada price tag). Lumayan besar sih jumlah yang ditawarkan kedua kubu. Bisa dibuat beli baju baru. Tapi ibu saya dengan semena-mena menolak ‘uang jajan’ dari kedua calon. Alasannya kedua calon masih ada hubungan saudara dan tidak mau diintervensi hak pilihnya. Kalau saya sih oke-oke saja menerima ‘uang jajan’ tapi pilihan tetap dengan hati. Jadi prinsipnya terima uangnya, pilihan tetap di tangan kita. Hehe. Seandainya ada satu calon yang gag pakai bagi-bagi uang jajan pastilah itu yang saya pilih. Saya tu sebenarnya nggak habis pikir kenapa pemilihan lurah pakai acara money-money an kayak gini. Bahkan dengar-dengar sampai keluar ratusan juta. Saya bertanya-tanya, ni awal aja modalnya udah gede trus balik modalnya gimana? Koq rela mengeluarkan uang sebanyak itu hanya untuk jadi lurah yang gajinya mungkin gag akan bisa ngebalikin modal. Entahlah. Tapi kata ibu saya, yang jadi lurah bakalan dapet tanah gitu. Jadi tanah ini adalah tanah desa yang dimiliki lurah yang menjabat. Lumayan bisa buat bercocok tanam.

Kembali lagi soal euforia pemilihan lurah, ternyata di hari H nya itu rame banget. Kalau bahasa Arek Gresik ya ruaame banget. Pagi-pagi sudah dimulai arak-arakan kedua calon lurah yang masing-masing punya kaos kebanggaan. Pak lurah kaosnya bertema hitam ada motif batik, sedangkan bu lurah kaosnya merah polos. Kedua calon punya pendukung yang sama banyak. Pemilihan dilakukan dari pukul 07.00-12.30 WIB. Setelah itu langsung dilakukan perhitungan suara. Dari pagi sampai sore balai desa dan sekitarnya ramai sekali. Pakai acara hujan-hujanan juga. Sore sekitar jam 5.30 diumumkan pemenang dari pemilihan lurah. Ternyata suara terbanyak dimenangkan oleh Pak Lurah yang diikuti oleh sorak-sorai pendukungnya dan tangisan dari kubu lawan hehehe…. begitulah hidup ada menang ada kalah. Ada saat kita harus menanggung risiko. That’s life.

Image

Image